Minim Pengawasan, Dua Proyek Fisik Dinas P3APPKB Bantul Terindikasi Bermasalah

Berita, Dinas35 Dilihat

Bantul, www.Cakrarajawali.com // Dua proyek fisik milik Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kabupaten Bantul tahun anggaran 2025 senilai total Rp1,6 miliar menuai sorotan.

Proyek renovasi Gedung Rumah Perlindungan Sementara senilai Rp1,012 miliar dan Gedung UPTD PPA senilai Rp647 juta yang sama-sama berlokasi di Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo No.16, Trirenggo, Bantul, diduga dikerjakan oleh satu kontraktor meski tercatat menggunakan dua CV berbeda.

Pantauan tim media di lokasi menunjukkan tidak ada satu pun pekerja dilengkapi alat pelindung diri (APD), meski kewajiban penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) diatur dalam UU No.1 Tahun 1970 Pasal 3 ayat (1) yang mewajibkan pengusaha menjamin keselamatan tenaga kerja.

Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dipidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 dan Pasal 19. Selain itu, Permen PUPR No.5 Tahun 2014 juga mewajibkan kontraktor melaksanakan Sistem Manajemen K3 Konstruksi.

Jika dilanggar, sanksinya mulai dari teguran, penghentian pekerjaan, pemutusan kontrak, hingga masuk daftar hitam (blacklist).

“Bosnya cuma satu, kalau nggak salah namanya Pak Andi. Mandornya ada dua, Pak Surip dan satu lagi yang berkacamata,” ungkap salah seorang pekerja saat ditemui di lokasi.

Lebih jauh, konsultan pengawas yang seharusnya mengawasi jalannya pekerjaan nyaris tak pernah tampak di lokasi. Padahal, dalam kontrak kerja disebutkan ada dua konsultan berbeda yang ditunjuk. Minimnya pengawasan ini menimbulkan dugaan adanya kelalaian dalam penggunaan anggaran negara.

Ironisnya, seorang pekerja lain menyebut pengerjaan proyek terkesan asal-asalan, mulai dari sambungan besi hingga pondasi bangunan. Namun, keterangan itu urung dijelaskan lebih detail lantaran buru-buru dihentikan oleh rekan sesama pekerja.

Selain dugaan pelanggaran K3, fakta bahwa dua proyek di satu dinas dikerjakan oleh kontraktor yang sama berpotensi melanggar prinsip persaingan sehat sebagaimana diatur dalam Perpres No.16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Lebih tegas lagi, hal tersebut juga bisa masuk ranah UU No.5 Tahun 1999 Pasal 22 tentang larangan persekongkolan tender. Jika terbukti, sanksinya tidak main-main: denda minimal Rp1 miliar hingga maksimal Rp25 miliar, serta tindakan administratif berupa pembatalan kontrak atau larangan ikut tender di masa mendatang.

Minimnya pengawasan dan dugaan praktik monopoli ini menjadi alarm serius bagi akuntabilitas pengelolaan uang rakyat.

DPRD Bantul, khususnya Komisi C, bersama aparat pengawas internal pemerintah (APIP) didesak segera turun tangan agar pelaksanaan proyek benar-benar sesuai aturan, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Tim/Redaksi (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *