PURBALINGGA, WWW.CAKRARAJAWALI.COM – 10/09/2025. Masyarakat Purbalingga melalui Forum Purbalingga Bersatu menagih janji politik Bupati yang hampir setahun belum terealisasi. Alih-alih mewujudkan janji, sejumlah kebijakan justru dianggap tidak pro-rakyat, seperti kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), buruknya pelayanan jaminan kesehatan (UUHC), dan pembentukan tim percepatan pembangunan daerah yang strukturnya didominasi oleh anggota dewan dan satu partai politik. Ironisnya, dewan yang seharusnya mengawasi malah terlibat langsung dalam proyek tersebut, menciptakan konflik kepentingan—mengawasi diri sendiri.
Selamet Wahidin, atau yang akrab disapa Abah Sw, menyatakan, “Saya sebenarnya kasihan pada bupati karena terbelenggu tekanan. Gerakan kami murni menyampaikan kekecewaan masyarakat sekaligus dorongan agar bupati segera mengambil langkah nyata demi kemaslahatan dan kemanfaatan bersama.”
Ia juga menegaskan, “Aksi damai pada 29 September adalah wujud kepedulian masyarakat untuk kemajuan Purbalingga. Kami akan menyuarakan keluhan sekaligus mempertanyakan program unggulan yang selama ini hanya janji politik.”
Ketua LSM, ormas, dan sejumlah tokoh masyarakat turut menyuarakan hal serupa. Mereka menegaskan, “Bupati harus menjadi pemimpin untuk seluruh rakyat Purbalingga, bukan hanya untuk kelompok tertentu. Kami berharap ada sikap tegas dalam mengambil kebijakan yang benar-benar pro-rakyat.”
Mereka menyoroti kenaikan PBB yang membebani masyarakat, buruknya layanan kesehatan, dan praktik bisnis seragam sekolah yang memberatkan keluarga kurang mampu. “Kami merasa terpanggil untuk menyuarakan jeritan rakyat,” tegas mereka.
Ari Ananta menambahkan, “Untuk menambah APBD, tidak perlu memungut lebih dari rakyat lewat PBB. Masih banyak opsi lain, seperti menaikkan pajak pada sektor kafe dan hiburan, atau mengoptimalkan dana CSR.”
Ari juga menambahkan,” aksi damai Senen 29 September nanti, Untuk titik kumpul di GOR dan kita berjalan ke pendopo kabupaten Purbalingga, meskipun ribuan masyarakat yang ikut aksi damai menyampaikan aspirasi di muka umum saya berharap tetep kondusif,” ungkapnya
Pemerhati pendidikan Puji Siswondo menyatakan bahwa angka anak tidak sekolah di Purbalingga telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Per Agustus 2025, tercatat sebanyak 8.691 anak dari jenjang SD/MI, SMP/MTs, hingga pendidikan kesetaraan tidak melanjutkan sekolah.
“Ini bukan sekadar angka. Ribuan anak kehilangan hak pendidikan karena tekanan ekonomi, tak mampu beli seragam, dan pungutan berkedok sumbangan yang masih marak di sekolah,” ungkapnya.
Siswondo menambahkan, dampak anak tidak sekolah sangat serius, pengangguran meningkat, potensi kriminalitas tumbuh, dan lingkaran kemiskinan sulit diputus. “Jika tidak ditangani segera, Purbalingga menghadapi krisis sosial jangka panjang.” M Sholeh