WWW CAKRARAJAWALI.COM, PEMALANG – Kasus kredit macet senilai Rp12 miliar di Perseroda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Pemalang memicu sorotan publik.
Kasus ini tak hanya menyeret puluhan debitur, tetapi juga menimbulkan tanda tanya besar soal lemahnya fungsi pengawasan, khususnya di level komisaris.
Pejabat Perseroda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Pemalang mengakui adanya kredit bermasalah dengan nilai fantastis tersebut.
“Iya benar, ada kredit macet sekitar Rp12 miliar. Itu bagian dari risiko penyaluran kredit. Tidak mungkin semuanya lancar. Namun kasus ini sedang dalam penanganan,” ujar Direktur Perseroda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Pemalang, Novalia, Selasa (23/9/2025).
Yang mengejutkan, sebagian debitur macet ternyata merupakan anggota DPRD Kabupaten Pemalang.
Kendati begitu, pihak bank menegaskan pinjaman mereka diajukan sebagai kredit usaha biasa, bukan fasilitas khusus.
“Memang ada beberapa yang sekarang jadi anggota dewan, tapi pengajuannya dulu murni kredit usaha,” tambah Novalia.
Data internal bank menyebutkan, ada sekitar 50 nasabah yang mengalami gagal bayar.
Sebagian kasus sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Pemalang sebagai tindak lanjut penyelesaian.
“Sejak 2023 kami menjalin kerja sama dengan Kejaksaan untuk menangani kredit macet. Kalau debitur tidak beritikad baik, kasusnya kami serahkan,” jelasnya.
Langkah melibatkan Kejaksaan inilah yang menimbulkan kontroversi. Beberapa praktisi hukum menilai, Kejaksaan tidak semestinya berperan sebagai debt collector perbankan.
“Loh kok aneh? Kalau ada fraud, Kejaksaan memang harus bertindak. Tapi kalau murni wanprestasi, itu ranah perdata antara bank dan nasabah, bukan urusan Jaksa,” kritik seorang praktisi hukum di Semarang
Sorotan juga mengarah pada komisaris Perseroda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Pemalang.
Pengamat keuangan daerah menilai, membengkaknya kredit macet merupakan bukti lemahnya pengawasan.
“Komisaris wajib mengawasi manajemen. Kalau ada kredit bermasalah besar, apalagi melibatkan pejabat publik, itu jelas fungsi pengawasan tidak berjalan optimal,” tegas seorang pengamat yang enggan disebut namanya.
Komisaris Perseroda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Pemalang, Bagus Sutopo, akhirnya angkat bicara.
Ia mengakui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menemukan pelanggaran serius dalam kebijakan kredit sebelumnya.
“Hasil penelusuran OJK mengungkap adanya kelemahan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian yang diabaikan,” ungkap Bagus.
Temuan OJK tersebut berujung pada pemberhentian Direktur Utama melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Beberapa pejabat eksekutif juga diturunkan jabatannya.
“Secara administrasi, OJK sudah menjatuhkan sanksi, termasuk memberhentikan direktur utama,” ujarnya.
Dijelaskannya, saat ini posisi Dirut masih kosong dan untuk sementara dirangkap oleh Direktur Kepatuhan.
Sumber internal bank menyebutkan, persoalan kredit macet ini merupakan “bom waktu” dari pengurus lama.
“Banyak kredit tidak sesuai ketentuan. Ini bom waktu yang akhirnya meledak,” katanya.
Upaya perbaikan telah dimulai, namun hasilnya belum signifikan karena sebagian besar debitur tetap menunggak.
Selain itu, kerja sama dengan Kejaksaan diklaim bukan semata untuk penagihan, melainkan juga untuk mengantisipasi potensi tindak pidana.
“Jangan sampai ada korupsi atau penggelapan tersembunyi di balik kredit bermasalah. Itu yang kami antisipasi,” ujarnya.
Namun, hingga kini publik belum mendapatkan penjelasan resmi dari Kejaksaan Negeri Pemalang.
Ketua DPRD Kabupaten Pemalang juga belum bisa dikonfirmasi soal dugaan keterlibatan anggota dewan sebagai debitur bermasalah.
Kasus ini masih menyisakan pertanyaan besar: apakah kredit macet Rp12 miliar di Perseroda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Pemalang murni akibat manajemen yang buruk, atau ada praktik kejahatan perbankan yang selama ini ditutupi? Jawaban dari pertanyaan itu akan sangat menentukan arah penyelesaian kasus ini. (*)