WWW.CAKRARAJAWALI.COM, SEMARANG — Proyek pembangunan talut di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Kota Semarang, menuai sorotan.
Hasil penelusuran di lapangan menunjukkan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan proyek yang bernilai sekitar Rp700 juta tersebut.
Investigasi tim menemukan bahwa pengerjaan talut di lokasi terkesan asal-asalan.
Batu penahan tidak dikeduk sesuai prosedur konstruksi, melainkan hanya ditumpangkan di atas tanah tanpa pondasi kuat. Selain itu, kualitas adukan cor juga memprihatinkan.
Saat disentuh, sebagian bagian cor mudah rampal atau hancur, mengindikasikan penggunaan semen yang minim serta pasir dengan kualitas buruk.
Di sisi lain, proyek tersebut juga tidak dilengkapi papan informasi proyek, padahal hal itu merupakan kewajiban sesuai aturan transparansi publik dalam pekerjaan yang menggunakan dana APBD.
Absennya papan proyek membuat publik tidak mengetahui siapa pelaksana, nilai pasti anggaran, serta sumber dan durasi pekerjaan.
Praktik tanpa papan proyek juga melanggar prinsip transparansi publik sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Ketiadaan informasi ini mengaburkan akuntabilitas dan menyulitkan pengawasan masyarakat terhadap penggunaan dana publik. Mengingat fungsi talut yang vital dalam mencegah longsor di area pembuangan akhir.
Ada pula dugaan mark-up harga material.
Ketika dikonfirmasi, Kepala TPA Jatibarang, Wahyu, mengaku terkejut dengan temuan tersebut.
Ia menyebut proyek pembangunan talut memang berasal dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang dengan sistem lelang.
“Nilai proyeknya sekitar tujuh ratus juta, dan itu melalui proses lelang. Kami di TPA tidak menangani langsung, hanya menerima hasil akhirnya saja,” jelas Wahyu, Senin (6/10).
Wahyu juga mengaku langsung memanggil pihak kontraktor untuk meminta klarifikasi terkait temuan di lapangan.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang, saat dikonfirmasi terpisah, enggan memberikan keterangan detail mengenai dugaan pelanggaran teknis dalam proyek itu.
Ia hanya menyarankan agar media menghubungi pejabat pelaksana kegiatan di jajarannya.
“Coba ke Kabid 2 selaku PPKom dan PPTK,” katanya singkat.
Minimnya pengawasan dan transparansi dalam proyek di area publik seperti TPA Jatibarang patut menjadi perhatian serius.
Sebab, selain berpotensi merugikan keuangan daerah, pembangunan talut yang tidak sesuai standar juga bisa membahayakan keselamatan lingkungan dan masyarakat sekitar jika sewaktu-waktu terjadi longsor. Jura(*)