Semarang, www.Cakrarajawali.com – Dugaan pelanggaran hukum dan penyimpangan spesifikasi kembali mencuat dalam pelaksanaan proyek pelebaran jalan di wilayah Dusun Ngobo, Desa Wringin Putih, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, dengan nilai kontrak sebesar Rp 3.895.902.000.
Proyek yang dikerjakan oleh CV. Zahra Adi Putra ini memiliki masa pelaksanaan 120 hari kalender dengan konsultan pengawas CV. Sudut Dua Tujuh, dan berada di bawah naungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Semarang. Adapun sumber dananya berasal dari Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2025.
Dari hasil investigasi lapangan yang dilakukan oleh awak media dan DPW GNP Tipikor Jawa Tengah pada Selasa (7/10/2025), ditemukan sejumlah indikasi pengurangan spesifikasi teknis dan dugaan pelanggaran aturan kepegawaian serta hukum yang berlaku.
Diduga Dikerjakan oleh Oknum Lurah/Kades
Fakta mencengangkan muncul ketika diketahui bahwa pelaksana proyek di lapangan berinisial DYK dan S, yang mengaku sebagai lurah/kepala desa aktif di wilayah Kabupaten Semarang.
Jika benar demikian, keterlibatan lurah/kades dalam proyek dinas jelas melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 29 huruf e, yang melarang kepala desa menjadi pelaksana proyek desa atau proyek pemerintah lainnya.
Selain itu, tindakan tersebut juga melanggar prinsip netralitas aparatur desa, karena lurah/kades wajib fokus pada tugas pemerintahan dan pelayanan publik, bukan menjadi kontraktor atau pelaksana proyek yang bersumber dari APBD/APBN.
Keterlibatan lurah/kades sebagai pelaksana proyek berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, penyalahgunaan wewenang, serta dapat berujung pada sanksi hukum administratif maupun pidana sesuai ketentuan perundang-undangan.
Temuan Lapangan: Retakan, Ketebalan Tak Seragam, dan Talud Berongga
Hasil peninjauan lapangan menunjukkan sejumlah kejanggalan teknis:
Tanah dasar tidak dilakukan pemadatan dan tidak diberi lantai kerja (bed course/pasir).
Banyak titik cor beton mengalami retak-retak, diduga akibat pengurangan mutu material atau besi tulangan.
Ketebalan cor tidak seragam, bervariasi antara 15 cm hingga 20 cm.
Pada pondasi talud, ditemukan batu besar berdiameter 40–50 cm yang mengindikasikan pengurangan adukan mortar (semen-pasir).
Talud juga banyak mengandung rongga, berpotensi mengurangi kekuatan struktur.
Direksi kit tidak ditemukan di lokasi proyek, yang merupakan syarat wajib proyek konstruksi.
Sejumlah pekerja tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD), melanggar standar K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
LSM GNP Tipikor Akan Lapor ke Kajari dan Bupati
Menanggapi hal tersebut, M. Sholeh, selaku Kabid Investigasi DPW GNP Tipikor Jawa Tengah, menyampaikan sikap tegas lembaganya.
“Dari hasil pemantauan dan laporan lapangan, kami menemukan indikasi kuat adanya pengurangan spesifikasi serta pelanggaran hukum karena pelaksana proyek diduga adalah oknum lurah atau kepala desa aktif. Ini jelas bertentangan dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,” tegas M. Sholeh.
“Kami akan segera membuat laporan resmi ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang, Dinas PUPR, serta Bupati Semarang agar dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap proyek tersebut,” lanjutnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak pelaksana proyek, konsultan pengawas, maupun Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Semarang belum memberikan keterangan resmi atas temuan ini. Agus SN -TCN