Kasus Dugaan Kekerasan terhadap Wartawan Mencuat, Polisi Diminta Bertindak Tegas

Wartawan Laporkan Dugaan Penganiayaan dan Perampasan Kemerdekaan Pers ke Polrestabes Semarang

Semarang, www.cakrarajawali.com // Kebebasan pers kembali dipukul keras. Seorang wartawan media online jejakkasusuindonesianews.com, Ardianto, mengaku menjadi korban penganiayaan brutal, penyekapan belasan jam, intimidasi sistematis, serta perampasan telepon genggam, yang diduga kuat melibatkan oknum pimpinan perusahaan swasta di Kota Semarang.

Peristiwa mengejutkan ini terjadi pada 10 Desember 2025 sekitar pukul 19.10 WIB, di bawah tribun lapangan Jalan Sapta Prastya, Kecamatan Pedurungan. Korban menyebut didatangi sekitar tujuh orang, di antaranya JN yang disebut berasal dari PT STMJ (Angker Bir), serta VT dan YYN dari PT RPS (Repro Putra Sukses).

Menurut pengakuan korban, YYN yang disebut menjabat Manajer PT RPS diduga menjadi aktor utama kekerasan. Ardianto mengaku dipukul, rambut dijambak, tangan dipelintir, diseret, ditendang, hingga akhirnya dipaksa masuk ke dalam mobil Grand Max putih dengan kaca tertutup, layaknya penculikan di ruang publik.

Tindakan tersebut diduga kuat memenuhi unsur pidana serius, yakni Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan dan Pasal 333 KUHP tentang Perampasan Kemerdekaan Seseorang, dengan ancaman hukuman yang tidak ringan.

Ironis dan memantik kemarahan publik, korban justru tidak langsung mendapat perlindungan hukum. Ardianto dibawa ke Polsek Ngaliyan sekitar pukul 21.00 hingga 00.30 WIB, namun laporan yang hendak dibuat tidak diterima. Situasi ini menimbulkan tanda tanya besar: ke mana korban kekerasan harus mencari keadilan, terlebih seorang wartawan?

Alih-alih dibebaskan, korban kembali dibawa ke PT RPS di Kawasan Industri Candi Blok 17/2 Semarang dan diduga disekap selama kurang lebih 13 jam, sejak pukul 01.30 hingga 14.30 WIB, di pos satpam perusahaan, dengan penjagaan dua orang petugas keamanan. Fakta ini semakin menguatkan dugaan perampasan kemerdekaan secara sengaja dan terencana.

Sekitar pukul 15.00 WIB, korban kembali dibawa ke Polrestabes Semarang. Namun lagi-lagi, laporan belum juga diterima hingga rekan-rekan wartawan datang memberikan pendampingan. Barulah setelah tekanan kolektif dari insan pers, korban diarahkan untuk melengkapi administrasi laporan dan menjalani visum sebagai alat bukti hukum.

Peristiwa ini turut disaksikan penjual angkringan pasangan suami istri di sekitar lokasi kejadian. Keduanya melihat langsung dugaan penganiayaan dan sempat berteriak, “Jangan bertengkar di sini!”, saat kekerasan terjadi di ruang terbuka.

Atas kejadian tersebut, Ardianto akhirnya secara resmi melaporkan kasus ini ke Polrestabes Semarang. Perkara ini kini dikabarkan masih dalam penanganan Aparat Penegak Hukum (APH).

Kasus ini memicu sorotan tajam publik dan komunitas pers, karena tidak hanya menyangkut kekerasan fisik, tetapi juga ancaman nyata terhadap keselamatan jurnalis, kebebasan pers, serta dugaan penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak swasta. Publik menunggu: apakah hukum benar-benar berdiri tegak, atau kembali tunduk pada kekuatan modal dan jabatan?

(Tim &Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *